Minggu, 01 Desember 2013

INOVASI



Pendidikan ENTREPREURSHIP Sebagai Jalan Keluar Untuk Anak Jalanan

Strategi utama memerangi pengangguran dan kemiskinan sekaligus membangun kesejahteraan secara massal dan serentak terletak dari seberapa banyak dan seberapa cepat kita bersama berhasil memiliki manusia entrepreneur di seluruh Indonesia. Penciptaan UKM baru tidak cukup hanya dengan melalui bantuan kredit murah bagi usaha kecil karena bila kredit murah tersebut jatuh kepada pelaku yang tidak sanggup jadi manusia entrepreneur maka upaya itu akan sia-sia. Berikut ini adalah sebuah berita dari media yang sepatutnya membuat kita merenungkan kembali terobosan baru dalam mengembangkan UKM baru di Indonesia.
Kredit macet 1.470.692 usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di empat bank BMUN senilai Rp17,9 triliun. Empat bank BUMN itu adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara (BTN). (berita tanggal 01 Oktober 2007 Portal Nasional-www.indonesia.go.id)
Bagaimana kita menyusun dan memadukan strategi pembangunan manusia entrepreneur dengan berbagai strategi lain yang biasa dilakukan? Bagaimana kita menyusun strategi pemberdayaan SDM dengan dukungan fasilitas fisik, kebijakan serta stimulus finansial.
Fokus utama adalah memberdayakan sebanyak mungkin anak bangsa sehingga sanggup menjadi manusia entrepreneur melalui pendidikan dan pelatihan. Kebijakan, fasilitas dan program dibentuk dengan tujuan membentuk manusia entrepreneur yang baru dan memfasilitasi manusia entrepreneur yang telah belajar dan siap untuk bertumbuh.
Dukungan finansial atau stimulus finansial diberikan kepada manusia entrepreneur yang sudah siap masuk ke dalam pasar.
Pendikan Entrepreneurship untuk Anak Jalanan
Komunitas anak jalanan jelas sangat membutuhkan pendidikan entrepreneurship karena melalui pendidikan yang mampu membuat mereka menciptakan kerja bagi diri sendiri akan menolong mereka keluar dari “jalanan” dan menjadi warga masyarakat yang terhormat.
Mereka harus diberdayakan untuk sanggup menolong diri sendiri sehingga dapat keluar dari lingkaran setan pekerjaan “tradisional” mereka yaitu mengamen, mengemis, atau bahkan menodong demi mendapatkan uang.
          Kebiasaan mendapatkan uang dengan cara di atas secara tak sengaja menanamkan kepada anak-anak tersebut bahwa kegiatan mereka di jalan lebih menguntungkan daripada bersekolah karena belajar berarti tidak menerima uang. Belum lagi tuntutan yang tinggi dari orangtua mereka untuk mendapatkan uang.
          Kondisi inilah yang melatarbelakangi Sahabat Anak untuk memperjuangkan hak-hak anak jalanan di Jabodetabek, khususnya melalui pendidikan. Kelompok sukarelawan Sahabat Anak terus berjuang dalam mendampingi anak-anak marjinal sejak tahun 1997. UCEC (Universitas Ciputra Entrepreneurship Center) merasa terhormat dapat mendampingi Sahabat Anak untuk mengembangkan program-program pembelajaran entrepreneurship berdasarkan pengalaman langsung (experiential learning) untuk anak-anak jalanan. Tujuan utama pembelajaran atau pelatihan ini adalah menginspirasi anak jalanan bahwa uang bisa didapat tanpa harus melakukan pekerjaan “tradisional” mereka asalkan mereka berinovasi dan berjejaring.
          Sejalan dengan semangat melakukan inovasi dalam menangani kemiskinan, maka tahun ini Sahabat Anak melakukan kampanye KADO (Karya Anak Indonesia) dengan tema “Aku Berharga, Aku Berkarya”.  Gagasan kampanye ini didasarkan pada hak anak untuk terlibat dalam pembangunan dan tema ini diwujudkan dalam bentuk proyek belajar entrepreneurship berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari sekitar 10 anak jalanan dan 5 kakak pembimbing (relawan). Ditargetkan sekitar 500 anak marjinal dan 250 volunteer yang akan terlibat dalam proyek ini dan UCEC akan bertindak sebagai konsultan program dan pelatih. Setiap kelompok akan mendapatkan modal Rp 50,000 dan ditantang untuk melakukan inovasi apakah itu dalam bentuk suatu karya berupa produk, aksi, atau pameran namun harus mampu dijual.  Program yang akan berlangsung selama waktu dua bulan ini menggambarkan contoh praktis model pemberdayaan di atas. Anak-anak marjinal diberdayakan melalui pengalaman langsung ber”entrepreneur” dengan didampingi para relawan sebagai mentor kemudian kegiatan ini diberikan wadah atau difasilitasi melalui dukungan pelatihan dan program kampanye KADO. Uang senilai Rp 50.000 untuk tiap kelompok disediakan untuk mendukung pemberdayaan dan program. Jadi uang tersebut tidak dibagikan begitu saja tapi diinvestasikan untuk sebuah pengalaman belajar.  
          Proyek kelompok ini sendiri diharapkan menjadi pencetus/motor semangat entrepreneurship kepada anak-anak marjinal tersebut. KADO akan menjadi training ground di mana anak-anak mengalami secara langsung bagaimana mengeksplorasi pasar dengan kemungkinan mendapatkan profit, dengan cara yang berbeda dari yang biasa dilakukan—pengalaman mendapatkan uang bukan dengan mengemis atau mengamen, tetapi dengan kemandirian dan kreativitas yang ada pada dirinya. Risiko gagal selalu ada, tetapi kecakapanentrepreneur dalam berinovasi adalah melalui kesabaran dan ketahanannya (endurance) melalui proses.
          Di sinilah kita melihat titik terang untuk mematahkan lingkaran setan atau vicious circle tadi. Pertama, kegiatan ini sangat berpotensi menjadi fondasi perubahan pola pikir anak-anak jalanan untuk berinovasi mengatasi masalah kemiskinan. Kedua, kehadiran role-model bagi anak-anak jalanan dalam penerapan semangat entrepreneurship. Teladan tersebut bisa berasal dari para relawan pendamping proyek ini dan bahkan anak jalanan yang berhasil menjadientrepreneur melalui kampanye KADO ini. Maka, kita pun melihat entrepreneurship menangani masalah kemiskinan tidak hanya sekedar menghasilkan keuntungan, tetapi lebih dari itu berupa pemberdayaan manusia melalui pembaharuan pola pikir dan penajaman kecakapan hidup (life skill) untuk bekerja keras, bertahan (endure), serta berani menanggung risiko dalam proses inovasi.
          Betapa indahnya kelak saat gaung “Hari ini saya harus menerima uang” dalam pikiran anak-anak marjinal ini berubah menjadi: “Saya dapat menghasilkan uang, dan saya bangga!”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar